Joglo dan Strata Sosial. Apa Hubungannya?

KUDUS – Kerumitan ukiran gebyok pada rumah adat Kudus bisa menjadi tolok ukur status sosial pemiliknya pada masa itu. Semakin rumit motif dan jenis ukiran, semakin tinggi status sosial pemiliknya. Seperti rumah joglo pencu milik Mudrik dan YM3SK masuk golongan tipe A. Artinya pemilik yang membangun saat itu adalah orang kaya.

Pengamat Sejarah dan Pelestari Budaya Kudus Sancaka Dwi Supani menjelaskan rumah Joglo tipe A cirinya kayu yang digunakan jati tua dan pilihan. Ukirannya lembut halus dan ada makna filosofinya lengkap.

Seperti tata letak ruangannya. Dari depan ada tritis, joglo satru (ruang untuk terima tamu, red), sentong atau kamar dan geledek (bentuknya kotak ada rodanya yang fungsinya untuk menyimpan harta benda) serta, soko yang jumlahnya empat.

KHAS: Pintu depan rumah joglo Pencu milik YM3SK

KHAS: Pintu depan rumah joglo Pencu milik YM3SK (DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS)

Selain itu, juga ada tumpang songo yang maknanya untuk mengenang sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa. Cagak tunggal di depan menggambarkan harta gono gini. Kemudian, tumpang di atas soko berjumlah lima yang menggambarkan rukun Islam, kewajiban salat lima waktu, dan dinding semua gebyok full.

”Ukirnya akulturasi budaya Tionghoa, Jawa, Eropa, dan Persia. Ada bentuk ukiran budaya Tionghoa burung Ponik tapi sudah berbentuk sulur-suluran atau tersamarkan dengan motif bunga-bunga. Perawatan masih manual dengan pelepah pisah, gambir dan tembakau direndam semalaman, baru dioleskan. Untuk menjaga kualitas kayu dan warna alami,” jelasnya.

Pani menjelaskan, rumah joglo pencu milik Mudrik diperkirakan abad ke-15 pada masa Kiai Telingsing. Menurutnya, paling bagus tipe A karena gebyoknya lengkap. Ditambahkan, kunci pintu menggunakan model pasak.

INDAH: Ukiran dibikin sangat detail. Sehingga terlihat tiga dimensi. Salah satunya di rumah joglo pencu milik YM3SK.

INDAH: Ukiran dibikin sangat detail. Sehingga terlihat tiga dimensi. Salah satunya di rumah joglo pencu milik YM3SK. (DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS)

Orang zaman Kudus Kulon, filosofi sentong kalau belum resmi suami istri tidak diperkenan tidur di sentong tersebut. Pani menjelaskan, biasanya kalau ada hajatan mantu, pengantin baru ditidurkan di sentong.

Untuk saat ini rumah joglo pencu yang masih ada  di Desa langgar Dalem rumah ada satu, selatan Menara Kudus. Pani menegaskan, 2005 data rumah Joglo Pencu tipe A sekitar 13 rumah. Sekarang sudah banyak yang dijual.

Salah satu pedagang joglo pencu Miftahudin menuturkan, ukiran yang khas membuat rumah adat Kudus ini dilirik hingga ke luar negeri. Dirinya bahkan pernah mengirim sampai ke Amerika.

"Rumah adat Kudus ini bentuknya mudah untuk dimodifikasi untuk dibuat galeri. Kebanyakan yang beli kepada saya begitu," katanya.

INDAH: Ukiran dibikin sangat detail. Sehingga terlihat tiga dimensi. Salah satunya di rumah joglo pencu milik YM3SK.

INDAH: Ukiran dibikin sangat detail. Sehingga terlihat tiga dimensi. Salah satunya di rumah joglo pencu milik YM3SK. (DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS)

Meskipun berdagang, dia mengaku tak mengejar omset. Dirinya kebanyakan melepas rumah adat kepada orang-orang yang mengerti seni. Selama ini, pembeli koleksi rumah adat Kudus miliknya juga tergolong fanatik. Artinya semua perlengkapan minta orisinil. Mulai dari genteng, kayu usul, hingga ubin terakota.

"Saya menikmati. Jual ke orang yang ngerti seni," imbuhnya.

Tak hanya dari Kudus.  Koleksi miliknya juga didapat dari daerah sekitar. Seperti Demak, Patim hingga Jepara. Saat ini, dirinya mengakui punya sekitar 20 joglo. Mulai dari yang masih orisinil hingga repro dari kayu-kayu lama. Harganya juga variatif. Mulai dari 100 juta hingga miliaran.

"Paling tua usianya sekitar 150 tahun. Ukirannya juga ada yang sama dengan joglo yang ada di Makam Sunan Kudus dengan ukiran khas Rogomoyo" ucapnya.

Pada joglo Rogomoyo, kayu penyangganya ada ukiran. Menurut cerita, Rogomoyo merupakan tukang dari Sunan Kudus. Saat membangun rumah, Rogomoyo juga dibantu saudaranya yang juga ahli ukir. 

Share :